17.9.20

Realita VAKSIN

Melacak sejarah vaksin modern, mungkin kita bisa memulai dari Flexner Bersaudara. Bos mereka, Rockefeller, awal abad ke-20 membiayai beberapa saudara ini, yang salah satunya kemudian bergerak dalam penelitian vaksin untuk disuntikkan ke tubuh manusia.
Propaganda bahwa vaksin bermanfaat bagi kesehatan dan bisa mencegah penyakit kemudian disebarkan lewat berbagai universitas dan sekolah, yang juga dilakukan oleh salah satu Flexner Brothers ini.
Karena pentingnya isu ini, saya tidak berani mengklaim 100% benar mengenai bahaya vaksin. Anda harus melakukan research sendiri mengenai masalah ini. Keselamatan anak-anak Anda adalah berada di tangan Anda sendiri.

Berikut sebuah artikel yang saya terjemahkan untuk Anda, semoga bisa membantu Anda memulai memikirkan masalah ini...



MENGAPA ANDA HARUS MENGHINDARI VAKSIN?

Oleh: Dr. James Howenstine, MD
"Satu-satunya vaksin yang aman adalah vaksin yang tidak pernah digunakan."

- Dr. James R. Shannon, mantan direktur Institusi Kesehatan Nasional -
Vaksin cacar dipercayai bisa memberikan imunisasi kepada masyarakat terhadap cacar. Pada saat vaksin ini diluncurkan, sebenarnya kasus cacar sudah sedang menurun. Jepang mewajibkan suntikan vaksin pada 1872. Pada 1892, ada 165.774 kasus cacar dengan 29.979 berakhir dengan kematian walaupun adanya program vaksin.

Pemaksaan vaksin cacar, di mana orang yang menolak bisa diperkarakan secara hukum, dilakukan di Inggris tahun 1867. Dalam 4 tahun, 97.5% masyarakat usia 2 sampai 50 tahun telah divaksinasi. Setahun kemudian Inggris merasakan epidemik cacar terburuknya dalam sejarah dengan 44.840 kematian. Antara tahun 1871 - 1880 kasus cacar naik dari 28 menjadi 46 per 100.000 orang. Vaksin cacar tidak berhasil.

Kebanyakan dari sukses program vaksinasi sebenarnya datang dari perbaikan kesehatan publik lewat kualitas air bersih dan sanitasi, kepadatan hunian yang berkurang, nutrisi yang lebih baik, dan perbaikan standar hidup. Secara umum kasus berbagai penyakit sudah menurun sebelum vaksin penyakit itu ditemukan. Di Inggris, kasus polio telah menurun 82% sebelum vaksin polio diperkenalkan pada 1956. Pada awal 1900-an, seorang dokter yang sangat cerdas, Dr. W.B. Clarke, mengatakan, "Kanker pada dasarnya tidak dikenal sebelum kewajiban vaksinasi cacar mulai diperkenalkan. Saya telah menghadapi 200 kasus kanker, dan tak seorang pun dari mereka yang terkena kanker tidak mendapatkan vaksinasi sebelumnya."

Ada sebuah kepercayaan di masyarakat bahwa kita tidak seharusnya mengkritik vaksin karena nantinya publik akan menolak melakukannya. Hal ini valid hanya bila manfaat dari vaksin jauh lebih besar dari resikonya. Apakah vaksin benar-benar mencegah penyakit? Pertanyaan penting ini tampaknya tidak benar-benar dipelajari oleh masyarakat. Vaksin sangatlah menguntungkan bagi perusahaan farmasi dan legislasi di Amerika telah memberikan perkecualian kepada mereka, bahwa mereka bebas dari tuntutan hukum bila tidak menuliskan reaksi/efek vaksin yang cukup umum terjadi. Pada tahun 1975 Jerman menghentikan vaksinasi pertusis (batuk). Hari ini kurang dari 10% anak-anak Jerman divaksinasi terhadap pertusis. Kasus pertusis tetap menurun sekalipun lebih sedikit anak-anak yang divaksinasi dibanding sebelumnya.

Kasus campak terjadi di sekolah dengan tingkat vaksinasi lebih dari 98% di seluruh bagian Amerika termasuk area yang sebelumnya tidak mengenal campak. Seiring meningkatnya tingkat imunisasi, campak menjadi penyakit yang terjadi hanya pada orang-orang yang telah divaksinasi. Wabah campak terjadi di sekolah yang 100% anak-anaknya telah mendapatkan vaksinasi sebelumnya. Di Inggris, kasus campak menurun 97% sebelum program vaksinasi dilakukan.

Pada 1986 ada 1300 kasus pertusis di Kansas dan 90% penderita adalah anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi ini sebelumnya. Kegagalan sejenis juga terjadi di Nova Scotia dimana pertusis telah muncul sekalipun telah dilakukan vaksinasi universal. Pertusis tetap menjadi endemik di Belanda di mana selama 20 tahun 96% anak-anak telah mendapatkan 3 suntikan pertusis sebelum umur 12 bulan. Setelah dimulainya vaksinasi dipteri di Inggris dan Wales tahun 1894, kasus kematian dipteri naik 20% pada 15 tahun kemudian. Jerman mewajibkan vaksinasi tahun 1939. Jumlah kasus dipteri naik menjadi 150.000 kasus, di mana pada tahun yang sama, Norwegia yang tidak melakukan vaksinasi, kasus dipterinya hanya sebanyak 50 kasus. Berlanjutnya penyakit pada anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi membuktikan bahwa imunitas seumur hidup paska vaksinasi sebenarnya tidak terjadi. Proses suntikan partikel viral ke dalam darah ini sebenarnya tidak menyediakan jalan yang jelas untuk mengeliminasi substansi ini.

Mengapa Vaksin Gagal Melindungi terhadap Penyakit?

Walene James, pengarang buku Immunization: the Reality Behind The Myth, mengatakan respon inflamatori penuh diperlukan untuk menciptakan kekebalan nyata. Sebelum introduksi vaksin cacar dan gondok, kasus cacar dan gondok yang menimpa anak-anak adalah kasus tidak berbahaya. Vaksin "mengecoh" tubuh sehingga tubuh kita tidak menghasilkan respon inflamatory terhadap virus yang diinjeksi. SIDS (Sudden Infant Death Syndrome) naik dari 0.55 per 1000 orang di 1953 menjadi 12.8 per 1000 pada 1992 di Olmstead County, Minnesota. Puncak kejadian SIDS adalah umur 2 - 4 bulan, waktu di mana vaksin mulai diberikan kepada bayi. 85% kasus SIDS terjadi di 6 bulan pertama bayi. Persentase kasus SIDS telah naik dari 2.5 per 1000 menjadi 17.9 per 1000 dari 1953 sampai 1992. Naikan kematian akibat SIDS meningkat pada saat hampir semua penyakit anak-anak menurun karena perbaikan sanitasi dan kemajuan medikal kecuali SIDS. Kasus kematian SIDS meningkat pada saat jumlah vaksin yang diberikan kepada balita naik secara meyakinkan menjadi 36 per anak.

Dr. W. Torch berhasil mendokumentasikan 12 kasus kematian pada anak-anak yang terjadi dalam 3,5 - 19 jam paska imunisasi DPT. Dia kemudian juga melaporkan 11 kasus kematian SIDS dan satu yang hampir mati 24 jam paska injeksi DPT. Saat dia mempelajari 70 kasus kematian SIDS, 2/3 korban adalah mereka yang baru divaksinasi mulai dari 1,5 hari sampai 3 minggu sebelumnya. Tidak ada satu kematianpun yang dihubungkan dengan vaksin. Vaksin adalah hal yang mulia dan tidak ada pemberitaan negatif apapun mengenai mereka di media utama karena mereka begitu menguntungkan bagi perusahaan farmasi.

Ada alasan yang valid untuk percaya bahwa vaksin bukan saja tak berguna dalam mencegah penyakit, tetapi mereka juga kontraproduktif karena melukai sistem kekebalan yang meningkatkan resiko kanker, penyakit kekebalan tubuh, dan SIDS yang menyebabkan cacat dan kematian.

Apakah Vaksin Steril?

Dr. Robert Strecker mengklaim bahwa Departemen Pertahanan (DOD) diberikan 10 juta dolar pada 1969 untuk menciptakan virus AIDS yang akan digunakan sebagai senjata pengurangan populasi terhadap orang kulit hitam. Dengan menggunakan hukum kebebasan informasi, Dr. Strecker berhasil mempelajari bahwa DOD mendapatkan dana dari Konggres untuk melakukan penelitian untuk menhancurkan kekebalan tubuh lewat virus. Setelah diproduksi, vaksinnya diberikan di 2 lokasi.

Vaksin cacar yang mengandung HIV diberikan kepada 100 juta penduduk Afrika tahun 1977. Lebih dari 2000 pria homoseksual kulit putih di New York juga diberikan vaksin hepatitis B yang mengandung HIV pada 1978. Vaksin tersebut diberikan di Central Darah kota New York. Vaksin hepatitis yang mengandung HIV juga diberikan kepada pria homoseks lainnya di kota San Fransisco, Los Angeles, St. Louis, Houston, dan Chicago pada 1978 dan 1979. Instansi Kesehatan Publik Amerika melaporkan bahwa kasus AIDS terbanyak terjadi di 6 kota tersebut. Saat sebuah virus memasuki sebuah komunitas, butuh 20 tahun sebelum jumlah kasusnya berganda. Bila cerita karangan bahwa gigitan monyet hijau menyebabkan epidemik HIV, maka dugaan gigitan monyet yang terjadi 1940-an seharusnya sudah menyebabkan puncak insiden HIV pada 1960-an yang mana HIV belum eksis sama sekali di Afrika. WHO memulai vaksinasi cacar di Afrika tahun 1977 yang menargetkan populasi perkotaan dan menghindari pedesaan. Bila gigitan monyet hijau yang benar-benar menyebabkan HIV, maka insiden HIV di pedesaan seharusnya lebih tinggi daripada perkotaan. Namun, kebalikannyalah yang terjadi.

Pada 1954 Dr. Bernice Eddy (bakteriologis) menemukan bahwa virus monyet hidup dalam keadaan steril akan menginaktifasikan vaksin polio yang dikembangkan oleh Dr. Jonas Salk. Penemuan ini tidak diterima baik oleh NIH dan Dr. Eddy kemudian diturunkan pangkatnya. Kemudian, Dr. Eddy, bekerja bersama Sarah Stewart, menemukan virus SE polyoma. Virus ini cukup penting karena dia menyebabkan kanker pada setiap binatang yang menerimanya. Vaksin panas kuning (yellow fever) sebelumnya ditemukan mengandung virus leukimia avian (burung). Kemudian Dr. Hilleman mengisolasi virus SV 40 dari vaksin polio Salk dan Sabin. Mereka mengandung 40 virus berbeda. Tetapi mereka tidak pernah berhasil menghilangkan virus-virus tersebut dari vaksin polio.

Virus SV 40 menyebabkan penyakit yang berbahaya. Mereka telah diidentifikasi dalam 43% kasus non-hodgekin lymphoma, 36% tumor otak, 18% sample darah sehat, dan 22% sample sperma sehat, mesothiolomas dan penyakit lainnya. Pada saat hal ini ditemukan SV 40 telah diinjeksi ke 10 juta penduduk yang menerima vaksin polio. Pencernaan lambung menginaktivasi sejumlah SV 40 dalam vaksin Sabin. Walaupun demikian, isolasi vaksin polio Sabin dalam 38 kasus Guillan Barre Syndrome (GBS) di Brasil menyimpulkan bahwa jumlah yang signifikan bis diinfeksi dari vaksin ini. Semua 38 dari pasien ini telah menerima vaksin polio Sabin beberapa bulan sampai tahun sebelum munculnya GBS.

Insiden non-hodgkin lymphoma secara "misterius" berganda sejak 1970-an. Dr. John Martin, profesor patalogi di Universitas Southern California, dipekerjakan oleh cabang Viral Oncology di Biro Biologi (FDA) dri 1976 sampai 1980. Saat bekerja di sana dia menemukan bahwa DNA luar negeri dalam vaksin polio hidup orimune lederle mengandung kontaminasi serius. Dia melaporkan kepada atasannya dan kemudian malahan disuruh untuk berhenti mengecek karena bukan pekerjaannya untuk meneliti itu.

Percobaan vaksin lederle menunjukkan bahwa pimpinan di atas tidak peduli akan bahaya dari vaksin. Infeksi pada binatang masih menjadi masalah yang tak terselesaikan pada manufaktur vaksin. Club of Rome yang berpengaruh besar secara tertulis bahkan menyatakan bahwa populasi dunia terlalu besar dan perlu untuk dikurangi sebesar 90%. Artinya dari 6 milyar sekarang perlu dikurangi menjadi 500 - 600 juta orang. Menciptakan kelaparan dan perang dan pembantaian seperti yang di Afrika, dan penyakit buatan seperti HIV, Ebola, Marburg, dan mungkin juga virus Nil Barat dan SARS tentu saja bisa membantu mengurangi populasi. Grup elit lainnya (Trilateral, Bildergers) juga telah menyatakan hal yang sama.

Perusahaan yang ditunjuk untuk membuat vaksin cacar di Inggris sudah dalam masalah besar di Amerika karena kualitas operasionalnya yang buruk. Bagaimana bisa performa mereka kemudian menjadi bagus setelah datang ke Inggris? Bila memang ada grup-grup berpengaruh besar yang bertekad mengurangi populasi dunia, cara apa lagi yang lebih cerdik selain menginjeksi orang-orang dengan vaksin yang bisa menyebabkan kanker? Orang yang menerima vaksin tidak akan pernah curiga vaksin yang dia terima 10 - 15 tahun sebelumnya menyebabkan dia terkena penyakit kanker.

Bahaya Lainnya dari Vaksin
 
Pada 4 Maret 1977, dalam majalah Science, Jonas dan Darrel Salk memperingatkan, "Vaksin virus hidup terhadap flu dan polio bisa memproduksi penyakit yang seharusnya dia cegah." Virus hidup terhadap campak dan gondok bisa menyebabkan efek samping seperti kerusakan otak. Vaksin flu babi dipaksakan kepada publik Amerika walaupun tidak pernah ada kasus flu babi pada manusia. Petani juga menolak vaksin itu karena membunuh ternak-ternak mereka. Dalam beberapa bulan sejak penggunaan vaksin ini telah terjadi banyak gangguan serius (GBS).

Sebuah artikel di Washington Post tanggal 26 Januari 1988 menyebutkan bahwa semua kasus polio sejak 1979 disebabkan oleh vaksin polio. Harusnya situasi ini bisa menghentikan penggunaan vaksin, tetapi tetap saja vaksin diberikan. Vaksin adalah arus profit yang hebat tanpa resiko bagi perusahaan obat karena sekarang gangguan akibat vaksin akan direkompensasikan oleh pemerintah (pembayar pajak). Terus naikknya pengguna vaksin diikuti dengan terus naiknya penyakit kekebalan (rheumatoid arthritis, subacute lupus erythematosus, psoriasis, sclerosis, asthma) pada anak-anak. Walaupun memang ada yang disebabkan oleh faktor pembawaan genetik, tetapi kebanyakan adalah akibat partikel protein luar, mercury, aluminium, formaldehyde dan bahan-bahan beracun lainnya di vaksin.

Pada 1999, vaksin rotavirus direkomendasikan oelh Pusat Pengendalian Penyakit untuk semua anak-anak. Saat dijalankan, beberapa anak meninggal dan sejumlah yang lain mengalami gangguan lainnya. Percobaan pra penjualan menunjukkan insiden intussusception meningkat 30 kali lipat tetapi tetap saja vaksin ini dipasarkan tanpa menuliskan peringatan di dalamnya. Vaksin anak-anak sering kali tidak dipelajari keracunannya karena penelitian ini bisa membuat vaksin tersebut tidak jadi digunakan.

Dalam studi yang besar di Australia ditemukan bahwa resiko mendapatkan encephalitis dari vaksin pertusis adalah 5 kali lipat lebih besar daripada mendapatkannya secara alamiah.

Vaksin menyebabkan Diabetes Melitus Type 1

Dr. John Classen menerbitkan 29 artikel mengenai diabetes akibat vaksin. Setidaknya 8 dari 10 anak-anak dengan diabetes type 1 adalah akibat vaksinasi. Anak-anak ini bisa saja terbebas dari cacar, gondok, atau batuk, tetapi mereka mendapatkan yang jauh lebih buruk: penyakit yang akan mengurangi umur mereka 10 - 15 tahun dan sisa kehidupan dalam perawatan. Dr. Classen telah menunjukkannya di Finlandia, introduksi vaksin hemophilus type B menyebabkan 3 kali lipat diabetes type 1 dan sejumlah kematian dan kerusakan otak lainnya.

In New Zealand, insiden diabetes type 1 pada anak-anak meningkat 61% setelah program vaksinasi agresif hepatitis B. Peningkatan yang serupa juga terjadi di Inggris, Italy, Swedia, dan Denmark paska program imunisasi hepatitis B.

Substansi Beracun Diperlukan untuk Membuat Vaksin

Vaksin mengandung substansi berbahaya yang diperlukan untuk mencegah infeksi dan meningkatkan performa vaksin. Seperti merkuri, formaldehyde, dan aluminium. Dalam 10 tahun terakhir, jumlah anak austik meningkat dari antara 200 - 500 % di setiap negara bagian di Amerika.

Di Amerika, injeksi vaksin telah meningkat dari 10 menjadi 36 jenis dalam 25 tahun terakhir. Dalam periode ini, anak-anak yang menderita gangguan belajar dan perhatian terus meningkat. Sejumlah memang mungkin disebabkan karena pengguanan kokain oleh ibu mereka, tetapi kemungkinan vaksinlah penyebab utamanya. Sejumlah vaksin mengandung aluminium.

Hampir semua vaksin mengandung aluminium dan merkuri. Metal ini memiliki pengaruh yang penting dalam penyakit Alzheimer. Seorang pakar pada Konferensi Vaksin Internasional 1997 menunjukkan bahwa orang yang menerima 5 atau lebih vaksin flu memiliki kemungkinan terkena Alzheimer 10 kali lipat lebih besar dibanding orang yang mendaptkan injeksi 2 kali atau kurang. Saat kita menerima injeksi vaksin, kita sebenarnya sedang bermain Russian Roulette. Kita bukan hanya terekspos aluminium, merkuri, formaldehyde, dan protein asing lainnya, tetapi juga virus simian 40 dan virus-virus berbahaya lainnya yang bisa menyebabkan kanker, leukimia, dan gangguan lainnya.

Konggres telah memproteksi manufaktur dari tuntutan hukum, jadi vaksin-vaksin berbahaya meningkatkan profit perusahaan obat tanpa resiko bagi mereka.

Kebijakan pemerintah mewajibkan vaksinasi anak-anak sebelum memasuki sekolah diambil tanpa bukti akan efisiensi dan keamanan vaksin itu sendiri. Tidak ada bukti vaksin bekerja dan tidak ada penelitian akan keamanan penggunaan mereka. Pendapat saya adalah ada bukti dalam jumlah besar bahwa vaksin itu berbahaya dan satu-satunya alasan mereka eksis adalah karena profit luar biasa bagi perusahaan farmasi.


[https://pohonbodhi.blogspot.com/2009/01/mengenai-vaksin.html]



Follow Unfollow (klik!)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar